Kalau sekarang kamu memutuskan untuk menutup buku yang sedang kamu baca, kemudian membuka kembali buku yang sebenarnya udah kamu baca, ya nggakpapa. Nggak ada yang salah dengan hal itu. Malah menurutku yang salah adalah ketika mencukupkan diri dengan sekali baca, terus nggak pernah diulang lagi, dan merasa ‘buku ini udah selesai, lanjut buku lainnya’
Apapun bacaan yang sedang kita baca sekarang adalah bacaan yang mungkin udah ada dari 10 tahun lalu, 20 tahun lalu, atau bahkan 1000 tahun lalu. Artinya, ilmu itu sejatinya akan terus terulang-ulang. Bukan hanya ada dalam satu momen, kemudian hilang setelahnya. Tapi aku berharap sih, ilmu yang nggak bermanfaat bisa ilang gitu aja. Nggak usah lama-lama ada di muka bumi ini. Cuman hal itu mustahil, karena akan selalu ada hitam dan putih dalam kehidupan.
Mengulang ilmu yang udah kita pelajari itu penting. Sayangnya, ada pengaturan dasar yang mengatakan ‘kalau baca sampai selesai itu artinya selesai dan nggak perlu diulang lagi, nggak perlu dibaca lagi’. Fokusnya memperbanyak, bukan memaknai dan mengimplementasikan. Kalau udah baca banyak, bisa nyebutin angka yang banyak, seakan jadi pencapaian yang ‘WAH’.
“Aku udah baca 12 buku tahun ini”
“Aku udah baca 20 buku tahun ini”
“Aku setiap hari baca 5 artikel”
“Aku udah khataman Al-Qur’an 2x satu tahun ini”
Itu bagus, bagus banget malahan. Tapi apa yang kita pahami, jauh lebih penting dari sekedar banyak baca. Kalau banyak baca, banyak paham, dan banyak juga yang udah diimplementasikan, ya itu udah oke banget. Nah kalau justru sebaliknya? Banyak baca tapi nggak banyak paham? Hayoo
Aku sendiri juga sekarang lagi ngerasain itu. Rasanya pengen ngomong ke diri sendiri
“Harusnya dulu pelan-pelan aja bacanya sambil lebih di maknai.”
“Harusnya dari dulu baca sambil nulis intisarinya.”
“Harusnya dari dulu quotes-quotes bagusnya di highlight.”
“Harusnya dari dulu artikel-artikel, arti ayat Al-Qur’an pilihan, dan bacaan lainnya, ada second brain-nya.”
Tapi ngapain juga menyalahkan diri sendiri. Toh dengan melalui semua ini jadi lebih tau pattern yang bener sebagai seorang pembaca. Bisa share pengalaman yang semoga lebih bermanfaat buat orang banyak juga —Insya Allah— Selalu ada hikmah di setiap kejadian.
Kalau kata orang, memang pengalaman mahal harganya.
Intinya, saranku buat kamu yang lagi baca ini, perlahan bangun mindset bahwa yang terpenting dari membaca adalah memahami isinya (dibuktikan dengan bisa menjelaskan ulang secara lebih sederhana), mencatat poin penting, mengumpulkan riset-riset menarik, menandai quotes pemberi semangat, merangkum ulang, dan menghasilkan sesuatu dari apa yang kita baca.
Kita baca supaya ada perubahan secara pikiran, perasaan, serta tindakan yang lebih baik dalam merespon kehidupan. Kita baca bukan untuk terlihat keren, terlihat sebagai orang cerdas, terlihat sebagai seorang ‘bookstagram‘.
Kita baca untuk,
رفع الجهل عن نفسه ورفع الجهل عن الخلق
“Mengangkat kebodohan dari diri sendiri, dan mengangkat kebodohan dari orang lain.”