Ditulis oleh : Royhan Azizy
15 May – 2024

Buku Insecurity karangan Mas Alvi Syahrin ini saya beli di bulan Juli tahun 2022. Tepat setelah kebiasaan membaca nyaris berhenti selama kurang lebih 1 tahun. Akhirnya, memutuskan untuk kembali melanjutkan kebiasaan positif – daripada rebahan terus di atas kasur.

Dengan izin Allah, buku pertama yang saya beli di tahun 2022 ini ternyata banyak memberikan pencerahan soal pembelajaran hidup, meluaskan sudut pandang, dan alhamdulillah melalui buku ini, saya pun berkomitmen untuk membeli 1 buku setiap bulannya.

Kalau ditanya, “Kenapa beli buku Insecurity? Emang ngerasa insecure?”

Jawabannya, iya. Memang waktu itu saya merasa insecure karena memiliki potensi di bidang kepenulisan dan desain grafis, tetapi bingung mau dibawa ke mana. Kalau pun harus dikembangkan, saya juga bingung mau mulai dari mana?

Nah, dari buku Insecurity ini, akhirnya saya menemukan jawaban atas kegelisahan yang dirasakan. Selain itu, saya pun merasa kagum dengan karya beliau sebab tulisannya diperkuat dengan dalil dari Al-Qur’an dan hadits. Subhaanallah.

3 Insight dari buku

1. Menjadi Grow-Up Generation

Pernah ngerasa gak? Kalau sekarang, kita hidup di era yang lebih mementingkan tampilan fisik, ketimbang apa yang ada di benak kita.

Kita lebih berani berivestasi pada pakaian yang branded, perawatan wajah, saham, dan lain sebagainya. Namun, kita malah melupakan satu hal bahwa ada investasi yang jauh lebih mewah. Apa itu? Investasi ilmu dan pemikiran.

Investasi dunia udah terlalu banyak, masa iya untuk ivestasi akhirat masih ragu-ragu? Padahal, kehidupan yang kekal bukan di sini, melainkan di akhirat kelak.

“Kita terlalu banyak berpikir tentang glow-up, bukannya grow-up.”

2. Fokus menempa satu skill

Mas Alvi pernah cerita, kalau beliau pernah berkarir di perusahaan startup sampai membangun bisnis sendiri. Selama perjalanan itu, beliau dapetin berbagai skill baru  yang penting dan wajib dimiliki seseorang.

Skill ini juga bisa dimanfaatin di pekerjaan kantoran, bisnis, maupun freelancing. Berdasarkan pengamatan beliau, skill-skill dasar yang penting dipelajari di era digital adalah: Mendesain, menulis, pemasaran, video editing,  pemrograman, dan kemampuan bahasa inggris.

Ya, kita gak dituntut harus bisa semuanya. Kita bisa memulainya dengan fokus mengasah satu skill terlebih dahulu. Bisa-bisa aja, sih, mau mempelajari semuanya. Tapi, akan lebih bagus kalau kita bisa jadi expert di bidang yang kita sukai.

Mas Alvi Syahrin juga menjelaskan,

“Pola belajar semua skill itu sama. Harus mau praktik, dan harus mau belajar teori. Harus mau kepayahan. Harus mau bersabar dengan perjuangannya, harus mau konsisten.”

Pernyataan beliau sangat ‘ngena’ banget buat saya pribadi. Karena sering kali kita gak sabaran, maunya serba instan, dan pengen ngeliat hasilnya sekaligus. Padahal, semuanya butuh proses, perjuangan, kegigihan, dan kesabaran, kan? Kemudian sambil meminta pertolongan Allah agar dimudahkan.

3. Apakah kita butuh insecurity?

Mungkin butuh. Lebih tepatnya, kita memerlukan insecure yang menggerakkan dan menjadi trigger awal untuk melakukan perubahan.

Misalnya, kamu insecure karena melihat teman kamu yang hidupnya lebih produktif dan rajin ibadah. Akhirnya, kamu mencari cara serta upaya supaya lebih giat ibadah dan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.

Kamu pun memutuskan bergabung ke komunitas yang di dalamnya ada kajian, sharing ilmu, dan ada program kebaikan lainnya.

Tentu ini sinyal insecurity yang baik, kan?

Tapi, jangan sampai kamu baru mau berubah karena insecurity, ya. Cukup jadikan rasa insecure ini sebagai motivasi bertumbuh, bukan menjadi tujuan. Karena kalau insecurity-nya hilang, kamu akan berhenti berjuang.

“Kalau kamu nggak pernah punya insecurity, mungkin kamu akan gini-gini saja. Nggak ada perkembangan. Jadi, kita butuh secuil insecurity, sebagai penggerak awal.”

Spesifikasi:

  • Buku ukuran A5
  • Penulis: Alvi Syahrin
  • 264 halaman
  • Dilengkapi beberapa ayat dan hadits

Leave a Reply