You are currently viewing Gimana Kalau

Gimana Kalau

Gimana kalau yang kita anggap kaya, ternyata banyak hutangnya?
Gimana kalau temen kita yang ganti iphone 12 pro max, ternyata harus berantem sama orang tuanya dulu untuk memenuhi jiwa sosialitanya?


Gimana kalau perempuan yang kita anggap alim dan masyaaAllah, ternyata banyak bohongnya dan terkenal dirumah keras dengan orang tuanya?


Gimana kalau laki-laki yang kita anggap sholeh, ternyata kontak wa nya kayak kos-kosan putri?
Gimana kalau ayah kita yang enggak pernah ngasih uang bulanan, ternyata selalu mendoakan anakanya disetiap sujudnya?


Gimana kalau ibu kita yang terlihat enggak peduli, ternyata menangis disepertiga malam dan mendoakan kebaikan anaknya tapi si anak enggak pernah tau?

Gimana kalau saudara kita yang terlihat miskin, ternyata senantiasa merasa kaya karena memang sejatinya kita semua miskin dihadapan Allah?
Gimana kalau para influencer yang nge-share keromantisan setelah menikah, ternyata keromantisannya hanya 5% dari 95% hura hurunya?


Gimana kalau ustadz yang kita anggap salah ilmunya, ternyata senantiasa mendoakan kebaikan untuk kaum muslimin di antara adzan dan iqomah?

Gimana kalau pengumuman enggak lolosnya masuk ke perguruan tinggi favorit, ternyata menjadi langkah awal datangnya hidayah?
Gimana kalau pengumuman enggak diterimanya kerja di kantor BUMN, ternyata menjadi langkah awal untuk jadi pengusaha sukses?

Gimana kalau laki laki yang ditunggu 8 tahun lalu, ternyata mengirimkan undangan pernikahan dengan sahabat kita sendiri?
Gimana kalau perempuan yang ditunggu 5 tahun lalu, yang sempet mengiyakan mau menikah denganmu tapi besok ngirimin undangan dan nikah sama orang lain?

Gimana kalau orang yang kita benci, justru orang terbaik yang pernah kita temui?
Gimana kalau orang yang kita segani, ternyata justru orang terburuk yang pernah kita percayai?

Gimana kalau apa yang kita anggap baik, ternyata buruk buat kita?
Gimana kalau yang kita anggap buruk, ternyata baik buat kita?

Rumus “Gimana kalau” bisa memberi sudut pandang baru buat kita. Kita jadi enggak semudah itu memastikan sesuatu yang kita sendiri aja belum yakin, pernah ngerasa gitu to mesti?

Cobain rumus “Gimana Kalau” dikehidupan kita sehari-hari. Terutama pas ketemu sesuatu yang enggak kita sukai. Banyakin perasangka baik alias khusnudzon, dengan rumus “Gimana Kalau”.

Kalo ketemu yang baik baik? ya coba dipakek juga rumus ini, supaya lebih mateng dan enggak mudah ketipu. Kadarnya jangan berlebihan, secukupnya aja. Ya kita tau lah, semua yang berlebihan enggak baik…

Eh tapi gimana kalau yang berlebihan ternyata baik?
Eh nggak tau ding, kayaknya enggak baik.

Karena islam mengajarkan sikap pertengahan.

wallahu a’lam

Leave a Reply