Ditulis oleh : Bagas Rais R
07 May – 2024
Tanggal 4 mei 2024, Alhamdulillah bisa ketemu beliau di Antologi coffee, tepatnya di Kota Jogja. Tempat yang nyaman banget, sampe saya bilang ke beliau ‘kayak gini kayaknya belum ada di Semarang stadz’. Aktivitas setelah saling sapa, adalah saling ngasih buku sebelum ngobrol panjang lebar. Dan di antara yang saya dapet dari beliau adalah buku tipis yang berjudul Etika Menulis Bagi Seorang Muslim.
Buku ini saya baca 1×24 jam, karena memang tipis dan karena pembahasannya adalah pembahasan yang saya butuhin banget. Setelah baca, maasyaaAllah. Ini jadi 30 halaman yang mengubah cara saya dalam kepenulisan. Pelajaran penting yang bakalan jadi pedoman dalam menulis.
3 Insight dari buku
1.Nggak semua orang berhak menulis.
Karena tulisan itu hasil menuangkan pikiran ke dalam bentuk tulisan yang dirapikan. Artinya, kalo ternyata pikirannya nggak ada isinya, atau isi pikirannya hal-hal yang kotor, maka orang-orang seperti itu nggak berhak nulis. Khawatirnya malah semakin nambah dosa, bukan nambah pahala.
Sebelum kita jadi penulis, kita perlu banget buat isi pikiran kita, tentunya dengan sesuatu yang bermanfaat.
Al-Khatib Al-Baghdadi berkata,
Siapa yang menulis, berarti ia telah meletakkan akalnya di atas nampan, lalu menyuguhkannya ke hadapan manusia. (Hal. 2)
2. Pentingnya seorang penulis menempuh sebab-sebab syar’i bukan sekadar sebab kauni
Sebab kauni itu kayak misalnya, kita makan supaya kenyang. Kita baca supaya lebih berwawasan. Adapun sebab syar’i, misalnya kita mempersholeh diri seperti sholat malam, berdoa, membaca Al-Qur’an, dan amal sholeh lainnya, kemudian dengan hal itu Allah berkahi umur dan waktu kita.
Satu insight yang ngena banget buat saya, ketika penulis menceritakan tentang kitab Muwatho’nya imam malik. Disebutkan di zaman itu, sebenernya ada ulama lain yang menulis kitab yang lebih besar dari kita Muwatho’. Karena hal itu, Imam Malik pernah ditanya, kalau bahasa kita ‘Ngapain nulis kitab yang sama kayak gini? Kan ini udah pernah ada yang nulis juga?’, kemudian Imam Malik menjawab “Sesuatu yang ikhlas karena Allah, pasti akan lebih langgeng”. Dan terbukti, kitab Muwatho’ Imam Malik lebih langgeng.
Di antara sebab-sebab syar’i yang sebutin dibuku ini:
Aku memohon pertolongan kepada Allah atas niatku untuk menyusun kitab tafsir. Tiga tahun lamanya aku berdoa sebelum memulainya. Allah kemudian menolongku. – Ibnu Jarir Ath Thobari, (Hal. 16)
3. Timbangan teknis dalam kepenulisan
Syaikh Saleh Alu SYaikh berkata; Tulisan-tulisan beliau (Muhammad bin Abdil Wahab) beragam jenisnya karena memang demikian kebutuhan manusia ketika itu. Bukan ia melakukan itu untuk sekadar berbanyak-banyakan dan meragamkan karya tulis. (Hal. 25)
Buat yang hobi banget nulis, atau pengen jadi moslem writer , saya rekomendasiin banget buat baca ini sih. Biar apa yang kita tulis jadi semakin berkah, dan harapannya supaya bisa jadi pahala jariyah bukan malah melahirkan dosa jariyah. Buat yang biasa baca, buku ini sekali baca selesai insyaAllah. Recommended
Spesifikasi:
This Post Has One Comment
Semangat suamiku ✨